Badai Sandy dan Kisah Badai Cantik Lainnya
-->
![]() |
akibat badai Sandy di kota New York |
BADAI
Sandy menerjang New York, Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, kota ini diterjang
peperangan demi memerdekakan Amerika ada tahun 1800-an, serta tragedi WTC yang
meluluh-lantakkan kota, New York kembali menjadi saksi atas satu tragedi yang
merenggut banyak nyawa. Kematian memang menimbulkan nestapa. Namun di New York,
orang-orang menyimpan banyak tragedi, yang kemudian kian menguatkan dan
membangkitkan daya juang. Warga kota itu memang hebat!
Sandy
bukan satu-satunya badai yang menggemparkan New York. Ia memiliki rekan sesame
badai yakni Katrina, Emili, Irene, Ileana, Santa Ana, Rita, Wilma, dan
lain-lain. Kedengarannya agak aneh. Mengapa badai-badai dahsyat dinamakan
seperti nama perempuan? Apakah ini bias gender?
Sewaktu
kecil, aku sering mendengar kisah dari keluargaku para nelayan di Pulau Buton.
Para nelayan di kampungku meyakini bahwa ketika muncul badai di tengah laut,
mereka akan naik ke atas kapal lalu melepas semua baju dan celana. Mereka
percaya kalau badai tu adalah perempuan. Dan badai itu akan malu melihat lelaki
telanjang, lalu akan berbelok arah dan batal menerjang kapal. Apakah badai itu
seorang pemalu?
Aku
tak hendak memperdebatkan kebenaran versi nelayan itu. Aku hanya mencatat bahwa
ada similaritas atau kesamaan konsep tentang badai di kalangan nelayan di Pulau
Buton, dan warga Amerika. Mereka sama-sama menganggap bahwa badai berjenis
kelamin perempuan.
Apakah
ini sebuah pelecehan? Nampaknya tidak. Kepercayaan itu bersumber dari asumsi
bahwa perempuan memiliki kekuatan dan keperkasaan sehingga bisa menghancurkan
apapun. Perempuan bukanlah mahluk lemah yang bisa dikendalikan sesuka hati,
namun memiliki aspek keperkasaan yang bisa menerjang. Pada titik ini, perempuan
harus diperlakukan dengan baik.
Selain
itu, ada semacam kepercayaan kuno yang menganggap bahwa bumi dan alam adalah
perempuan, sedangkan langit adalah lelaki. Mereka akan saling melengkapi,
saling berpasangan, dan saling mengayomi. Langit memberikan sinar matahari,
sedang bumi membalasnya dengan kehidupan. Logika yang sama bisa digunakan
mengapa bumi sering disebut ibu pertiwi dan kota sering disebut dengan ibu
kota.
Mengapa badai di Amerika dan Kepulauan Pasifik sering diberi nama perempuan?
Konon,
sebutan ini berawal dari buku berjudul Storm dikarang oleh
George R. Stewart, pada 1941. Buku yang dicetak Random House ini menceritakan
banyak perempuan dengan karakter kuat. Ini membuat masyarakat awam ikut menamai
amukan angin keras sesuai karakter dalam cerita di buku itu.
Pendapat
lain mengatakan, ahli cuaca Clement Wragge pertama kali membuat peta cuaca dan
mengkelompokkan badai dari tingkat kekuatannya, jalur mereka berhembus, dan
lain-lain. Wragge mencoba memberi sebutan dari dewa dewi mitologi Yunani, namun
terlalu aneh. Lintasan angin keras itu dipanggilnya dengan nama tokoh politik,
ini pun tidak enak di telinga. Hingga badai itu akhirnya tak punya sebutan
khusus.
Pecah
Perang Dunia II, cara Wragge mengilhami pasukan Angkatan Udara Amerika Serikat
untuk menamai badai di Pasifik. Penamaan ini sangat penting agar angin dapat
diketahui arahnya demi kepentingan perang. Tidak ada standar khusus, konon
badai dinamai kerabat, ibu, istri, anak, bahkan pacar, untuk mengobati rindu
selama mereka bertugas di tengah medan adu senjata. Sebab itu jangan heran jika
badai terdengar sangat perempuan.
![]() |
saat aku berkunjung ke Patung Liberty di New York |
Sebutan
ini bukannya diterima begitu saja. Pada tahun 1960-an, banyak aktivis perempuan
yang memprotes penamaan badai ini. Mereka
menuding sebutan angin keras untuk wanita identik dengan kehancuran hidup dan
masyarakat. Protes ini menjadi diskusi panjang selama hampir dua dekade.
Akhirnya sesuai kesepakatan Badan Cuaca Nasional Amerika, nama bencana itu ada
pula identik dengan lelaki, seperti Gaston dan Andrew, namun tetap saja nama
kaum hawa lebih dominan.
Kota yang Luka
Hari
ini, New York merasakan amukan badai Sandy. Jumlah korban tewas mencapai 41
orang. Lewat televisi, aku menyaksikan komentar dari Wali Kota New York Michael
Bloomberg. Katanya, "Bagi warga New York yang
kehilangan orang yang mereka kasihi, badai Sandy meninggalkan luka yang saya
pikir tidak akan pernah sembuh."
Komentar
sang walikota, mengingatkanku pada tulisan Georgina Kay yang berjudul The
Resilient City, New York After 9/11 and the New WTC Designs. Kay menyebut New
York sebagai “The Wounded City” atau kota yang luka. Sebutan ini menunjukkan
bahwa kota ini telah menjadi saksi atas sedemikian banyak tragedi dan bencana
kemanusiaan, mulai dari peperangan, korban teroris, hingga bencana alam.
Hari
ini, New York kembali menyisakan luka. Namun, sebagaimana dicatat Kay, bencana
itu akan menjadi semangat baja bagi warganya untuk bangkit dan merebut semua
kesempatan. Bencana itu akan menguatkan hati warganya untuk kembali berdiri
tegak, setelah sempat limbung akibat hantaman badai cantik bernama Sandy.
Athens, 2 November 2012