Bingung Stress Panik

SAYA bingung. Mestinya saya sudah harus mulai menyusun proposal penelitian. Namun hingga detik saya menuliskan catatan ini, belum ada satu katapun yang bisa saya hasilkan. Sementara waktu terus saja bergulir dan belum ada progress sedikitpun. Saya mulai panik. Kalau keadaan terus seperti ini, maka sama saja dengan berjalan mundur dan bisa-bisa tertinggal kereta.

Saya menghitung waktu. Sudah beberapa bulan saya mengambil masa cuti akademik, dengan harapan agar lebih bisa mematangkan rencana penelitianku. Namun banyak kendala yang sebelumnya tidak saya perhatikan, namun tiba-tiba menderaku. Misalnya saja, saya lupa memperhitungkan fakta bahwa di Makassar maupun Buton, tidak tersedia banyak teks buku berbahasa asing, sehingga ini menjadi masalah besar. Kalau cuma mengandalkan buku berbahasa Indonesia, maka literaturnya sangat terbatas dan susah untuk menyusun posisi rencana penelitian. Mestinya, saat di Jakarta saya sudah menginventarisir sejumlah buku yang saya butuhkan. Misalnya The Island of History dari Marshall Sahlins, The Social History of Indonesia Town dari Clifford Geertz, serta sejumlah buku lainnya.

Hal realistis yang bisa saya lakukan saat ini adalah memastikan apa tema yang kemudian saya garap nantinya. Ini juga tidak mudah. Hingga saat ini saya masih bimbang hendak memilih yang mana. Ada dua tema yang sedang kupertimbngkan. Pertama adalah peristiwa PKI di Buton tahun 1969. Peristiwa ini menarik sebab punya dinamika yang kompleks, namun belum pernah tercatat dalam berbagai khasanah riset di Indonesia. Saya menemukan ada dinamika lokal, nasional, dan internasional yang saling berpilin dan mempengaruhi dan punya pengaruh besar pada satu peristiwa. Dan ini menurutku sangat menarik untuk dituliskan. Pertimbangan lainnya adalah saya menemukan kenyataan bahwa di Indonesia, setiap orang berbicara tentang peristiwa PKI, maka pembicaraan selalu mengarah ke Jawa Tengah dan Bali. Cara berpikir seperti ini cenderung kuantitatif sebab hanya menghitung korban dengan menggunakan parameter angka-angka statistik.

Tema kedua yang menarik minatku adalah bahasan tentang etnografi rumah sakit. Bagiku ini menantang sebab bisa menyibak kabut yang lama bersemayam di benak orang-orang tentang apa dan bagaimana rumah sakit. Jika dulunya rumah sakit dianggap sebagai rumah malaikat yang selalu menawarkan pertolongan, maka pandangan itu boleh jadi keliru sebab rumah sakit telansformasi ke dalam iklim kapitalis sehingga setiap penyakit bisa dilihat sebagai modal yang dikeruk demi meningkatkan benefit (keuntungan) serta prestasi rumah sakit tersebut. Saya bermaksud mengambil setting penelitian Rumah Sakit di Bau-Bau sebab rumah sakit ini termasuk satu dari empat rumah sakit paling korup di Indonesia. Kasusnya sekarang tengah ditangani kejaksaaan. Saya pikir akan sangat menarik jika menelaah kekuatan-kekuatan yang menyebabkan ini terjadi. Mungkin di dalam rumah sakit ada sebuah dunia yang saling kait-mengait dan bekerjasama mengeruk keuntungan dengan cara memanfaatkan penyakit masyarakat.

Dua tema inilah yang sedang saya pertimbangkan untuk diteliti. Mungkin perlu shalat tahajjud atau kunjungan ke kuburan nenek moyang agar bisa dibukakan mana jalan terbaik untuk dipilih.(*)


Yusran Darmawan
Yusran Darmawan just learn and practice