“Sometime u need a long road to understand that your destination is the first step of your journey.”
JELANG
penghujung semester terakhir, saya sudah harus mulai menimbang-nimbang hendak
ke mana. Banyak teman yang mulai mengajukan aplikasi untuk lanjut sekolah. Saya
pun mulai tergoda. Namun setelah berpikir matang-matang, saya merasakan
keinginan yang sangat kuat untuk pulang kampung. Saya ingin kembali menjalani
hari-hari yang tidak bergegas. Saya ingin agar anak saya berkembang di rumah
saya, bersama ibu saya, bersama keluarga kecil kami.
Saya
bukan berasal dari satu keluarga besar. Jumlah keluarga kami tak banyak.
Makanya, hampir setiap saat saya rindu rumah. Di sana banyak yang berubah. Ada
banyak kejadian sedih yang bertubi-tubi menimpa rumah. Sebagai seorang anak
lelaki, kehadiran saya akan sangat berharga. Minimal, saya bisa menghadirkan
sedikit rasa aman, atau bisa menguatkan orang-orang atas segala keputusan.
Saya
ingin sekali kembali ke rumah selama beberapa saat. Ini bukan soal karier. Tapi
keberadaan saya akan memberikan rasa aman dan sedikit keberanian di rumah kecil
itu. Saya merasa terpanggil untuk sejenak mengabaikan ego tentang batas
tertinggi yang bisa saya capai.
Saya
ingin sesaat menjadi ordinary people, yang bergelut dengan hal keseharian yang
remeh-temeh. Saya tak ingin memikirkan bangsa, atau memikirkan hal yang lebih
besar. Mungkin atas alasan itulah saya ingin pulang. Saya ingin membawa anak
saya untuk tinggal bersama neneknya. Kami akan mengisi hari kami dengan tawa
riang serta permainan yang mendatangkan gelak tawa.
Saya
tak ingin terjebak dengan para alumni luar negeri yang berlomba-lomba untuk
bekerja di lembaga internasional. Saya ingin kembali menjadi diri saya sebelumnya,
yang saban hari selalu bangun siang dan terlambat memulai hari.
“Sometime
u need a long road to understand that your destination is the first step of
your journey.”
Athens, 27 Januari 2013