Makassar, Rumah Bernyanyi, dan Sirkuit Kecemasan
DI Kota Makassar, rumah bernyanyi
bermunculan bak cendawan di musim hujan. Dahulu hanya ada Nav serta Happy
Family. Kini bertambah lagi beberapa rumah bernyanyi di sejumlah jalan
protocol. Saya tak hapal persis nama-namanya. Saya hanya ingat satu yakni rumah
bernyanyi yang dimiliki artis Lyra Virna. Mengapa usaha ini bertebaran dan
laris di kota Makassar?
Saya punya beberapa dugaan. Pertama,
banyak penyanyi, atau mereka yang suka bernyanyi di kota ini. Namun, saya
tiba-tiba saja bertanya-tanya, barangkali kota Jakarta atau Bandung memiliki
lebih banyak sosok bersuara emas. Mengapa tak banyak rumah bernyanyi di sana?
Entah. Di Makassar, boleh jadi, banyak yang punya rasa percaya diri yang
tinggi. Ini jelas positif. Ini yang dilihat para pengusaha rumah bernyanyi.
Kedua, banyaknya rumah bernyanyi adalah
simbol dari tingginya dinamika dan aktivitas perkotaan yang berdampak pada
perlunya ruang-ruang untuk mengalirkan stres. Makassar hari ini adalah jalanan
macet serta debu yang beterbangan. Kota menjadi arena bagi manusia-manusia
sibuk yang butuh relaksasi atau kanal untuk melepaskan ketegangan. Dan
rumah-rumah bernyanyi itu menjadi abdi setia yang siap untuk membantu
melepaskan kegelisahan. Meskipun untuk itu, duit mesti mengalir deras bak
sungai. Yah, kapitalisme selalu butuh pelepasan hasrat sekaligus pelepasan
uang.
Ketiga, rumah bernyanyi, boleh jadi,
adalah potret dari kondisi rumah yang tak lagi menawarkan kenyamanan. Ketimbang
mengeluarkan uang banyak untuk karaoke di rumah bernyanyi, jauh lebih murah
membeli seperangkat alat bernyanyi di rumah lalu berkaraoke bersama keluarga.
Namun ini justru tidak terjadi. Para lelaki atau wanita sibuk itu lebih memilih
untuk bernyanyi di berbagai tempat mewah itu.
Keempat, rumah bernyanyi menjadi sebuah
ruang ketiga dari dua ruang utama yakni rumah dan kantor dalam buku kehidupan
seseorang. Rumah bernyanyi adalah wilayah abu-abu di mana seseorang bisa
merencanakan sesuatu yang nampak samar, boleh jadi agak rahasia, serta
merupakan aktivitas yang menyenangkan. Boleh jadi, ada rahasia atau aktivitas
yang tak boleh diketahui oleh rumah dan kantor. Boleh jadi, rumah bernyanyi
menyembunyikan sisi gelap seseorang.
Saya hanyalah seorang pencatat. Yang
pasti, rumah bernyanyi bukan hanya di tempat-tempat yang mewah dan eksklusif.
Di sekitar Jalan Nusantara, terdapat juga banyak rumah bernyanyi. Di sana anda
tak sendirian. Ada sejumlah gadis manis seksi dengan rok beberapa centi atas
lutut yang siap menemani dan memberi kecupan.
Yah. Inilah dinamika kota yang manusianya
terus berlari dalam sirkuit pencarian kenyamanan.
Makassar, 8 Juni 2013