Menanti Sebuah Kejutan


ilustrasi

DI pagi hari, ponselku tiba-tiba berdering. Penelepon mengaku dari Sekretariat negara RI. Ia menanyakan beberapa hal, yang intinya memastikan bahwa aku sedang di tanah air dan benar-benar tinggal di Pulau Buton. Katanya, naskah yang kukirimkan untuk lomba menulis esai masuk dalam nominasi juara.

Sejujurnya, aku bukan orang yang rajin ikut lomba menulis. Kadang-kadang aku suka mengirim tulisan demi untuk meramaikan sebuah lomba. Jika menang, yaa syukur. Jika kalah, tentunya santai saja. Sekali mengirim naskah, maka naskah itu kuanggap hilang. Mau menang atau kalah, itu tak penting.

Ketika telepon itu datang, aku langsung memikirkan naskah yang kutuliskan. Kupikir naskah itu tak seberapa baik. Saat nulis, aku agak tergesa-gesa. Sebagaimana halnya tulisan lain, semua tulisan dilahirkan dalam suasana yang spontan. Aku bukan perencana yang baik sehingga tak pernah bisa merencanakan tulisan, termasuk mematok deadline. Bagiku, menulis dilakukan di satu tempat pada satu saat. Sekali menulis, maka setelah itu aku akan melupakannya.

Nah, semoga saja tulisanku ini menang. Dalam berbagai lomba yang kuikuti, aku selalu percaya bahwa menang kalah adalah soal nasib-nasiban. Kalau menang, berarti dewi fortuna sedang berkunjung. Kalau kalah, maka itu pertanda bahwa Dewi Fortuna akan datang pada kesempatan lain. Iya khan?


Baubau, 29 Agustus 2013