Menanti Episode Baru Andi Mallarangeng
TAK ada berita paling membahagiakan hari
ini selain dari bebasnya Andi Alifian Mallarangeng, yang kerap disapa Daeng
Anto. Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) ini divonis empat tahun
penjara dan denda 200 juta rupiah atas tuduhan ikut terlibat dalam kasus
korupsi Hambalang.
Saya tak terlalu mengikuti detail-detail
persidangan. Seingat saya, persidangan itu menunjukkan beliau tidak mengambil
sepeserpun uang hasil korupsi. Uang itu beredar di orang-orang dekatnya, termasuk
saudara dan teman-temannya. Dia lalai sebab orang-orang telah memanfaatkan
posisinya sebagai menteri untuk satu tindakan korupsi. Saya percaya padanya.
Daeng Anto bukanlah orang baru buat saya.
Saya mengenalnya saat beliau masih menjadi staf pengajar di Universitas
Hasanuddin, Makassar. Di masa reformasi, dia punya banyak kontribusi pada
gerakan mahasiswa Unhas. Dia yang selalu memberikan informasi, menemani
mahasiswa yang sedang melancarkan aksi, juga ikut membuka jaringan bagi para
mahasiswa.
Sayang, dia tak lama di Makassar. Dia
terjerat pesona Jakarta. Tapi, dia pindah ke Jakarta bukan untuk duit. Orang
sekelas Daeng Anto tak mungkin mengejar materi. Dia mencari tantangan serta
persentuhan dengan banyak orang di kota itu. Dia ingin lebih banyak waktu untuk
membagikan pengetahuannya. Hingga akhirnya ia masuk politik, lalu menjadi juru
bicara presiden. Terakhir menjadi menteri, yang tersandung kasus korupsi.
Setelah bebas dari tahanan, saya
menunggu-nunggu apa gerangan yang akan dilakukannya. Saya masih ingin mendengar
kiprahnya di berbagai media. Saya berharap dia bisa kembali tampil di berbagai
forum dan berbagi pengalamannya. Pengalaman di penjara selama empat tahun
pastilah mengasah dirinya menjadi lebih religius. Penjara adalah kawah candradimuka
yang membasuh semua kesalahannya sehingga kelak bisa kembali berbuat bagi orang banyak.
Saya menduga kuat dia tak ingin kembali
memasuki dunia politik. Mungkin ia akan “tahu diri” dan lebih banyak bergrak di
ranah aktivitas pendidikan dan kebudayaan. Sebagai alumnus program doktoral di
salah satu perguruan tinggi di Amerika, barangkali ia akan kembali menjadi
pengajar. Sayang sekali jika ilmu yang demikian luas tidak dibagikan ke orang
banyak.
Yang paling saya tunggui darinya adalah
catatan-catatan tentang praktik politik. Tak banyak akademisi yang punya
pengalaman sepertinya, bisa memasuki panggung politik dan melihat langsung
bagaimana orang-orang berdinamika di situ. Dia menyaksikan fragmen di tubuh
partai, kementerian, hingga bagaimana kontestasi banyak aktor di panggung kuasa.
Jika saja ia membagikan pengalaman itu, maka banyak kisah dan pelajaran yang
bisa kita petik. Minimal, kita jadi tahu apa yang terjadi tubuh partai dan
lembaga-lembaga negara.
Banyak intelektual yang menghasilkan karya
hebat di penjara. Dahulu, Antonio Gramsci menulis karya hebatnya Prisoner
Notebook di dalam penjara. Bahkan, Tan Malaka juga menulis buku-buku terbaiknya
saat dalam pelarian. Karya terbaik selalu lahir dari perenungan yang dahsyat,
tanpa banyak distraksi. Penjara adalah tempat terbaik untuk melahirkan
karya-karya bagus.
Selama di penjara, Daeng Anto menulis
kolom yang rutin dimuat media online. Kolomnya kemudian diterbitkan. Saya
membaca sekilas. Ia membahas hal-hal ringan tentang politik. Mungkin ia
meniatkan buku itu bisa dibaca semua kalangan. Ia tak ingin berpolemik, apalagi
membahas kasusnya. Saya sih berharap ia menulis tentang Presiden SBY. Ternyata
ia justru tak membahas sang presiden. Ia menulis hal-hal yang sederhana, serupa obrolan di
warung kopi.
Di satu media online, saya membaca
informasi rencana Daeng Anto jika keluar dari penjara. Rupanya ia ingin menulis
buku mengenai permainan gaple. Ia ingin mencatat sejarah, taktik, dan strategi
bermain gaple. Katanya, gaple tidak sepopuler catur yang telah dibahas banyak
orang. Ia ingin menjadi orang pertama yang menulis tentang gaple.
Saya masih berharap ia menuliskan banyak
hal tentang politik. Masa-masa pemerintahan SBY menyisakan banyak misteri saat
orang-orang dekat di lingkaran SBY satu per satu menjadi tahanan kasus korupsi.
Ada banyak peristiwa yang memang tidak sampai ke telinga publik. Pada sosok
seperti Daeng Anto, kita berharap mendapat informasi gres mengenai dinamika dan
saling sikut di lingkaran inti presiden.
Mungkin Daeng Anto sedang menunggu saat
yang tepat untuk bercerita. Boleh jadi, ia ingin menyimpan kisah-kisah seputar
istana sebab khawatir akan terjadi konflik yang bisa merobek pertemanannya.
Sebagai orang Bugis, bisa jadi Daeng Anto akan meniru Jenderal M. Yusuf yang
merahasiakan apa yang terjadi dengan Supersemar, surat sakti yang memindahkan kuasa dari
Sukarno ke Suharto.
Ah, semoga Daeng Anto mau bercerita. Untuk
itu, saya siap menunggunya.
Bogor, 21 April 2017