Jangan Menangis Coach Shin Tae-yong
Jika pengganti Shin Tae-Yong gagal membawa Indonesia ke Piala Dunia, maka kecaman akan ditujukan ke Erick Thohir. Dia bisa bernasib seperti Ganjar yang mengecewakan pencinta bola demi dukungan partai politik, lalu kehilangan suara kaum milenial.
Mengganti Shin Tae-yong adalah perjudian besar bagi Erick. Let’s see!
***
PENGUMUMAN itu terasa tiba-tiba. Tiada angin tiada hujan, Shin Tae-yong diumumkan untuk diganti. Media Korea menyebut alasan penggantian ini terasa absurd. Tidak jelas.
Putra Shin Tae-yong yakni Shin Jae-won ikut mencuit di media sosial. Dia mengatakan, "Mari kita lihat sejauh apa kalian bisa berjalan tanpa dia (STY). Dia telah memberikan segalanya untuk Indonesia untuk sampai ke fase ini.”
Benar, Shin Tae-yong telah memberikan segalanya bagi bangsa ini. Dia bisa saja melatih di negara lain, atau klub-klub lain, tapi dia memilih Indonesia. Padahal kerjanya akan lebih berat dari melatih negara lain.
Hanya di Indonesia, pelatih serupa guru yang menghadapi murid-murid nakal. Shin harus mengurusi makanan, kebugaran fisik, hingga hal-hal dasar, seperti passing, umpan, dan operan. Dia tahu pemain Indonesia lemah hal-hal dasar.
Kejujuran Shin mengungkap kelemahan itu memang menyakitkan. Tapi itulah titik berangkat pemain kita. Shin membuat daftar makanan yang tidak sehat. Bahkan dia ikut melatih fisik pemain, hingga perlu mendatangkan seorang pelatih striker.
Dia tidak mengeluh. Justru dari keterbatasan itu, dia menciptakan banyak keajaiban. Shin mengukir banyak sejarah bersama timnas.
Di era sebelumnya, timnas Indonesia ibarat samsak bagi tim-tim Asean lainnya, kini menjadi tim yang paling jauh melesat di lomba lari menuju Piala Dunia.
Tim yang tadinya hanya pelengkap penderita, tiba-tiba mengukir sejarah dengan melaju ke babak 16 besar Piala Asia.
Tak sampai di situ. Tim Indonesia U-23 pertama kalinya menembus pagelaran Piala Asia dan masuk empat besar, setelah menyingkirkan Korea Selatan secara dramatis.
Shin menghadirkan sesuatu yang dahulu hanya impian. Di ranah bola, tim kita identik dengan nestapa dan kesedihan. Bahkan di Piala AFF, kita hanya bisa berurai air mata melihat tim yang berkali-kali menembus final, tapi tak kunjung menggenggam piala.
Shin membawa timnas jauh melampaui itu. Dia membawa kita ke level Asia, bahkan level dunia. Dia mengajak semua orang Indonesia untuk menerobos kemustahilan.
Seorang pundit bola di Malaysia pernah mengatakan, kontribusi besar Shin Tae-yong bagi perpakbolaan Asia Tenggara adalah menghadirkan keberanian untuk mewujudkan mimpi di dunia bola. Berkat Shin, pasukan Indonesia menghadapi tim-tim mapan dengan penuh keberanian. Padahal di era sebelumnya, kita tak berani bermimpi.
Tahun-tahun pertama bekerja, shin ibarat petani yang menanam buah. Di tahun belakangan, perlahan dia mulai memanen. Apa yang diajarkannya telah siap untuk dipetik. Permainan Timnas mulai menggila hingga diperbincangkan di seantero jagad.
Tentu saja, Shin bukan pelatih super yang serba sempurna. Kekurangan terbesarnya adalah kemampuan bahasa dan taktik yang sering membingungkan. Soal taktik ini sering jadi sasaran kritik para pengamat, khususnya seusai melawan Cina.
Boleh jadi, semua orang mengira tim Indonesia sudah setara Argentina, sehingga semua tim harusnya dikalahkan. Orang lupa kalau Cina ibarat naga yang sedang terluka dan begitu lapar kemenangan.
Kerja seorang pelatih adalah merumuskan strategi. Ada saat di mana strategi itu jalan, dan ada saat tidak. Melawan Cina kita kalah, tapi melawan Arab Saudi, kita panen kemenangan. Kita kembali masuk dalam lajur menuju Piala Dunia.
***
ERICK Thohir menyampaikan pengumuman untuk memberhentikan Shin. benar kata media Korea, tak ada alasan jelas di situ. Erick sepertinya berharap tinggi agar Indonesia masuk piala dunia, apapun caranya.
Di media sosial, publik menyampaikan isi hati dan kesedihan. Ada yang menampilkan visual saat Shin Tae-yong menangis bersama pemain saat gagal lolos ke Olimpiade. Semua jadi kenangan manis.
Apa daya, Erick lupa semuanya. Dia tak segan-segan untuk mengambil pelatih asing dengan bayaran selangit di atas Shin. Ada nama-nama besar yang sedang dipersiapkannya.
Dia seakan alpa kalau dulu dirinya melobi Shin agar memperpanjang kontrak hingga tahun 2027. Saat menerima tawaran kontrak, Shin memakang pose dirinya bersama bendera merah putih di medsos, yang sontak disambut gegap-gempita.
Sejak Prabowo menaikkan anggaran PSSI menjadi 227 miliar, dari sebelumnya 150 miliar, Erick terus bergerak. Namun, dia lupa kalau mengambil pelatih hebat belum tentu bisa menjadi jawaban bagi ekspektasi untuk timnas.
Seorang pelatih sekaliber Klopp pun belum tentu bisa meracik tim dengan pemain yang tingkat kemampuan passing-nya di bawah rata-rata. Belum tentu punya kesabaran saat menangani tim U-22, yang bahkan mengoper bola ke temannya sendiri, malah jatuh di kaki pemain lawan.
Belum tentu pelatih sekaliber Louis Van Gaal akan sabar meladeni pemain yang saat diberitahu makanan sehat terangguk-angguk, namun setengah jam berikutnya mulai mencari Indomie dan gorengan.
Sepertinya ini perjudian besar Erick Thohir. Dia tak ingin Shin jadi pahlawan. Dia ingin semua sorot mata tertuju pada federasi, dan dirinya yang serupa motivator sering masuk ke ruang ganti pemain lalu berceramah.
Jika sukses tembus Piala Dunia, Erick akan jadi pahlawan. Tapi jika gagal, publik akan meneriakkan yel-yel kerinduan Shin Tae-yong. Nama Erick akan tenggelam, dan tak dilirik di bursa pemimpin nasional. Erick telah membuang hal baik, tidak membiarkan orang lain memanen kerja keras. Dia sama saja pemimpin federasi yang mengejar hal instan, dan lupa pada proses.
Jika gagal lolos, Erick akan jadi the next Ganjar yang dilupakan milenial pencinta bola, hingga akhirnya namanya hilang tersaput angin.