Sothy Kieng
Jauh dari Cambodia, pria bernama Dr Sothy Kieng itu datang ke Jakarta bersama anaknya. Sebagai turis, dia tidak mendatangi tempat-tempat wisata yang tengah hits di kalangan warga.
Dia mendatangi museum-museum, kemudian Perpustakaan Nasional, Jakarta. Dia tercengang menyasikan betapa ramainya perpustakaan nasional.
Dia melihat kerumuman orang-orang di setiap lantai, yang semuanya mencari bahan bacaan, lalu duduk membaca. “Saya tak pernah menyaksikan pemandangan seperti ini di negara saya,” katanya.
Dia bercerita hal yang sama saat beberapa waktu lalu ke Vietnam. Dia melihat ada satu jalan kecil, yang memajang banyak lapak-lapak buku bacaan yang ditulis dalam bahasa Vietnam.
Saya membayangkan seperti Kwitang, yang pernah dikunjungi Rangga dan Cinta saat keduanya memupuk hubungan.
Dia membandingkan dengan perpustakaan di negaranya. Katanya, perpustakaan nasional menempati bangunan kolonial yang cukup besar. Tapi tak ada aktivitas di situ.
Tak ada keramaian orang-orang yang berebut bacaan. Hanya ada sunyi dan lengang. “Bahkan di sudut-sudutnya, ada hantu yang tinggal di situ,” katanya sembari terkekeh.
Saya tahu dia tidak sedang bercanda. Dia bicara apa adanya, betapa perpustakaan sering diabaikan.
Saya ingat semasa kuliah dulu. Perpustakaan jadi tempat pacaran yang aman, bebas dari pantauan mahasiswa lain. Perpustakaan jadi tempat untuk bersembunyi, bisa sejenak terlelap dari aktivitas.
Namun di Perpustakaan Nasional Jakarta, dia menemukan hal lain. “Melihat banyak orang di Perpustakaan Nasional, saya merasakan harapan. I feel hope for the future,” katanya dalam bahasa Inggris.
Saya sepakat dengannya. Melihat banyak orang yang masih memelihara tradisi baca adalah pertanda harapan bagi bangsa ini.
Sebab literasi adalah jendela untuk merengkuh pengetahuan, mencari jawab atas berbagai tanya, serta memupuk tumbuhan pengetahuan, agar kelak menyediakan buah manis bagi masa depan.
Penting juga melihat Indonesia dari sudut pandang orang lain. Penting untuk merawat optimisme, serta menyerap banyak pelajaran demi menjaga kemudi kebangsaan.
Di Cafe Batavia, saya jumpa Sothy Kieng saat dia tengah melepas penat usai keliling museum Jakarta. Bersamakawan-kawan alumni Ohio University, kami berbincang lepas dan santai. Kami satu almamater dan berbagi kenangan yang sama.
Saat meninggalkan Cafe Batavia, saya masih terngiang perkataannya tentang harapan.