Kenangan-Kenangan di Malino
Setelah lebih 20 tahun, saya kembali ke Malino, satu pebukitan yang dingin, sekitar dua jam dari Makassar.
Di sini, pernah ada jejak sejarah saat Bung Karno mengumpulkan raja2 se Sulawesi. Di sini juga perdamaian Ambon dan Poso pernah diwujudkan Pak JK.
Saya mengenang tempat ini sebagai lokasi favorit untuk kegiatan mahasiswa.
Di sini berkali-kali saya datang bersama rombongan untuk kegiatan bina akrab, raker senat, bahkan sengaja datang demi setangkai edelweiss untuk si dia, yang kemudian menolak cintaku.
Hari ini, suasananya jauh berbeda dengan 20 tahun silam. Dulu, hutan pinus seolah titik terjauh, sepi, senyap, hanya ad desir angin. Kini, posisinya di tengah2. Suasananya serupa Puncak, Jawa Barat. Ada banyak kafe kekinian. Banyak villa2 mewah. Banyak pula orang2 yang menyewakan kuda untuk tualang di pinus.
Saya terkenang dahulu menembus kabut sekitar pinus bersama seorang mahasiswi. Saat itu, saya bayangkan akan peluk2 dirinya di tengah pinus. Apa daya, sejumlah senior mendapati kami yang hendak menembus pinus. Saya disuruh push-up lalu kengkreng. Mahasiswi itu disuruh kembali ke perkemahan.
Kini, pinus yang dahulu berkabut telah dibenahi. Banyak orang berwisata. Di tepi hutan, saya memungut kenangan deni kenangan masa silam.
Sayup-sayup saya mendengar lagu dari Tommy J Pisa:
Mungkinkah kau masih mengharapkanku? Kini tubuhku penuh dengan luka Aku mengharap selalu doa suci darimu Duhai, Kasih, tambatan hatiku