Kenapa Tak Ada KRI Amanna Gappa?

Peresmian KRI Brawijaya

Dua kapal perang itu dipenuhi pita-pita berwarna merah putih. Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut meresmikan dua kapal perang baru buatan Italia, yakni KRI Brawijaya dan KRI Prabu Siliwangi.

Di galangan kapal Fincantieri Muggiano, Italia, Rabu (29/1/2025), Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali, menyebutkan bahwa kapal ini memiliki teknologi dan senjata yang modern. 

"Kapal-kapal tersebut dilengkapi dengan teknologi terkini dan sistem persenjataan modern, saya yakin kapal-kapal ini akan berhasil menyelesaikan setiap misi yang diberikan kepada mereka," kata Muhammad Ali.

Kapal perang ini melengkapi kapal perang lain, yang sudah ada. Di antaranya adalah KRI RE Martadinata, I Gusti Ngurah Rai, Diponegoro, Sultan Iskandar Muda, Frans Kaisiepo, dan Bung Tomo. Ada pula KRI Sultan Hasanuddin, dan KRI Malahayati.

Selain memberi nama pahlawan, ada juga  nama kota, misalnya KRI Makassar, Surabaya, Banjarmasin, dan Banda Aceh. Nama-nama kapal selam biasanya adalah nama senjata. Misalnya KRI Cakra, Nanggala, Nagapasa, Ardadedali, dan Alugoro.

Jika suatu saat TNI AL hendak menamai kapal perang, perlu kiranya dipertimbangkan nama Amanna Gappa, satu sosok masyhur asal Wajo di abad ke-16 dan 17, yang merumuskan hukum laut sebagai pedoman di jagad maritim Nusantara, sebelum Mare Liberum dari Hugo Grotius menjadi panduan bangsa Eropa.

Abad ini dicatat oleh sejarawan Anthony Reid sebagai “age of commerce”. Di masa ini, Nusantara menjadi pusat pertemuan perdagangan internasional. Rempah-rempah Maluku seperti cengkeh dan pala menjadi barang terpanas dari perdagangan global, sampai VOC mendirikan monopoli pada tahun 1650.

Sebagaimana dicatat sejarawan Edward Poelinggomang, di masa ini, Makassar adalah titik silang dari perdagangan timur dan barat. Semua pelaut dan pedagang kumpul di Makassar yang serupa payung telah menaungi semua aktivitas perdagangan.

Di masa ini, para pelaut Bugis Makassar telah meniti buih dan menantang gelombang. Mereka berlayar sejauh mana angin berhembus, melintasi tanah Marege (Australia), lalu berkelana hingga Madagaskar (Afrika).

Aktivitas pelayaran itu bisa berjalan lancar karena adanya hukum yang memayungi semua kelompok dan golongan. Di masa ini,muncul sosok Amanna Gappa yang merumuskan hukum maritim, sebagai pedoman bagi semua pelaut. 

Amanna Gappa merumuskan pokok pikiran yang tercatat dalam Lontara' Bilang atau sering disebut Amannagappa Code yang menjadi sistem hukum laut yang mengatur pelayaran, perdagangan, dan hubungan antarpelaut.

Amanna Gappa, sebagaimana dicatat Christian Pelras, adalah kepala komunitas (amatoa) Wajo di Makassar antara 1697-1723. Dia memanggil beberapa Matoa Wajo di tempat lain berkumpul di Makassar untuk menyusun undang-undang pelayaran yang sangat dibutuhkan waktu itu.

Sejarawan Zainal Abidin (1979) mencatat, nama lengkapnya adalah La Patello’ Amanna Gappa. Dia menjabat sebagai Matoa Wajo ketiga. Sebelumnya dia tinggal di Makassar. Dia dianggap sosok intelektual yang mempunyai banyak kecakapan dalam merumuskan hukum pelayaran.

Pada 1 April 1676, kodifikasi hukum berlayar dan berniaga dicatatkan atas inisiatif Amanna Gappa. Ini adalah hukum laut pertama dalam sejarah maritim Indonesia, setelah hukum laut kedua kedua di Asia Tenggara setelah Undang-undang Laut Melaka abad ke-15.  

Undang-undang pelayaran Amanna Gappa mencakup bermacam hal terkait pelayaran, mulai teknis hingga non-teknis. Terdapat 21 pasal dalam undang-undang tersebut.

Hukum yang disusun Amanna Gappa lebih awal dari Hugo Grotius, asal tanah Belanda, yang mengeluarkan konsep Mare Liberum. Lautan adalah kawasan bebas, semua bangsa bisa berlayar dan berinteraksi di lautan lepas.

Di masa itu, ada persaingan dagang antara Belanda dan Portugis dalam menguasai jalur laut. Hukum Mare Libirum berpandangan, laut harus bebas untuk dilayari oleh semua bangsa. Laut adalah kawasan internasional.

Betapa majunya cara berpikir Amanna Gappa. Dia lebih awal merumuskan prinsip utama hukum laut. Di antaranya adalah: (1) Mengatur hak dan kewajiban nahkoda, awak kapal, dan pemilik kapal, (2) Menetapkan aturan tentang pembagian keuntungan dan penyelesaian sengketa, serta (3) Fokus pada keadilan dan ketertiban dalam aktivitas maritim.

Meskipun Hukum Amanna Gappa dan Mare Liberum muncul dari konteks yang berbeda, keduanya mencerminkan pentingnya pengaturan aktivitas maritim untuk mendukung perdagangan dan hubungan antarbangsa. Hukum Amanna Gappa bisa dilihat sebagai contoh kearifan lokal dalam mengelola laut.

Amanna Gappa adalah bukti bahwa masyarakat Nusantara telah memiliki sistem hukum maritim yang maju jauh sebelum konsep-konsep hukum laut modern seperti Mare Liberum muncul. Ini menunjukkan betapa kaya dan beragamnya warisan maritim Indonesia. Prinsip hukum yang ditulis Amanna Gappa menjadi dasar dalam merumuskan hukum maritim yang berlaku hingga kini.