Setelah 21 Tahun, Saya Berkunjung ke Tribun Timur



Serasa baru kemarin, 21 tahun lalu, saya dan kawan-kawan jurnalis turun lapangan. Setelah pelatihan selama beberapa bulan, saya menceburkan diri ke realitas, mengumpulkan keping demi keping kenyataan, menautkannya jadi satu, sembari belajar memahaminya. Kini, kami jumpa kembali dalam suasana berbeda. 

Beberapa dari kami, perutnya kian membuncit, rambut memutih, dan fisik yang kian renta dan beda jauh dengan masa-masa itu. Kami hanya bisa mengenang kerja- kerja jurnalistik yang masih mengandalkan kegesitan untuk mengejar narsum, lalu kembali ke kantor secepat mungkin untuk menulis berita. 



Kini, para jurnalis berkarib dengan teknologi, bisa bekerja dari berbagai lokasi. Bahkan punya asisten Artificial Intelligence untuk menulis berita secepat kilat. Punya algoritma untuk membaca berita mana yang dibutuhkan warganet, serta punya kawan Google yang membisikkan trend media. 

Bahkan ada sobat Big Data yang secepat kilat mengolah informasi. Kami mengenang hari-hari yang lalu, sembari menatap masa depan. Dunia memang banyak berubah, namun seperti dikatakan Walter Lippmann, 

"Berita adalah cahaya pertama di fajar yang masih gelap." 
"Jurnalisme adalah perjalanan. Kadang ia tersesat, kadang ia ragu. Tapi ia tak pernah berhenti mencari."