Meski Bukan Alumni, Arsjad Rasjid Sumbang Miliaran untuk Unhas
Di suatu sudut kampus Universitas Hasanuddin, sebuah ruang kini diberi nama. Arsjad Rasjid Lecture Theater. Sebuah auditorium yang tak sekadar berdiri dari beton dan kursi-kursi berjejer, melainkan dari jejak niat dan kepedulian seorang lelaki yang, ironisnya, tak pernah resmi menjadi bagian dari almamater ini. Ia bukan alumni. Tapi di sini, namanya kini tertulis.
Kita selalu berpikir bahwa kampus adalah milik mereka yang lahir dari rahimnya. Mereka yang menempuh jalan-jalan sunyi di bawah pohon akasia, yang duduk di ruang kelas dengan suara dosen yang menggema, yang mendebat pemikiran dan menghafal teori.
Tapi nama Arsjad Rasjid kini melekat di ruang ini—sebuah pengingat bahwa keterikatan pada sebuah tempat tak selalu lahir dari status, melainkan dari perhatian. Dari keyakinan bahwa universitas, seperti halnya ilmu, adalah sesuatu yang lebih luas dari sekadar ijazah dan transkrip nilai.
Arsjad Rasjid, seorang pengusaha, ketua kamar dagang, pemimpin korporasi, datang ke kampus ini dengan sesuatu yang lebih dari sekadar dana. Ia membawa percakapan, harapan, dan mungkin, mimpi.
Saat ia berbicara tentang Indonesia Emas 2045, ia seolah ingin meyakinkan bahwa kita, sebagai bangsa, harus bersiap. Dunia berubah dengan cepat, dan di antara buku-buku teks yang mungkin tak selalu sigap menyesuaikan diri, ada semacam tanggung jawab yang harus dipikul: untuk terus menyesuaikan diri dengan masa depan yang belum tiba.
"Saya percaya bahwa masa depan Indonesia ada di tangan generasi muda. Dan pendidikan adalah kunci yang membuka semua kemungkinan," ujarnya dalam salah satu kesempatan.
Perjalanan Arsjad Rasjid dalam membangun bisnisnya bukanlah sesuatu yang mudah. Ia memulai dari titik yang nyaris tanpa nama, bekerja keras, dan menghadapi berbagai tantangan dalam dunia usaha.
Dengan tekad yang kuat dan visi yang jelas, ia berhasil membangun bisnisnya hingga menjadi salah satu pengusaha sukses di Indonesia. Keberhasilannya ini bukan semata-mata karena keberuntungan, tetapi juga karena dedikasinya dalam menghadapi rintangan, mengembangkan strategi, dan beradaptasi dengan perubahan zaman.
Arsjad Rasjid membuktikan kapasitasnya sebagai pemimpin bisnis dengan membangun Indika Energy menjadi salah satu perusahaan energi terbesar di Indonesia.
Di bawah kepemimpinannya, Indika berkembang dari perusahaan jasa menjadi pemain utama dalam industri energi terintegrasi, dengan diversifikasi bisnis di sektor infrastruktur, teknologi, dan energi terbarukan.
Ia tidak hanya membawa perusahaan melewati krisis dan perubahan pasar global, tetapi juga mengarahkan Indika menuju keberlanjutan dengan investasi pada sektor energi hijau—sebuah visi yang mencerminkan pemikirannya jauh ke depan.
"Bisnis bukan hanya soal keuntungan. Ia harus memberi manfaat, membangun, dan menciptakan masa depan yang lebih baik," kata Arsjad dalam sebuah wawancara.
Selain mendukung infrastruktur kampus, Arsjad Rasjid juga memberikan beasiswa kepada mahasiswa Universitas Hasanuddin. Beasiswa ini bukan hanya sekadar bantuan finansial, tetapi juga sebuah investasi pada generasi muda, agar mereka memiliki kesempatan yang lebih besar untuk berkembang dan berkontribusi bagi bangsa. Ia percaya bahwa pendidikan adalah kunci utama untuk menciptakan perubahan yang nyata dan berkelanjutan.
Pembangunan Arsjad Rasjid Lecture Theater menelan biaya miliaran rupiah. Namun bagi Arsjad, uang bukanlah hal yang utama. Yang jauh lebih penting baginya adalah meninggalkan sebuah legacy untuk dunia pendidikan. Ia ingin menciptakan ruang di mana ilmu dan gagasan terus mengalir, di mana mahasiswa dan akademisi dapat bertukar pikiran, dan di mana sebuah warisan intelektual dapat tumbuh dan berkembang.
Dalam kajian sosiologi ingatan, pemberian nama pada sebuah gedung adalah cara untuk mengabadikan sesuatu dalam memori kolektif. Nama yang tersemat di sebuah ruang bukan sekadar tanda, tetapi sebuah cara agar sejarah terus diingat dan dikenang.
Dengan adanya Arsjad Rasjid Lecture Theater, nama Arsjad tidak hanya akan bertahan dalam lembaran biografi atau catatan bisnis, tetapi juga diingat oleh generasi akademik yang akan datang. Ia menjadi bagian dari sejarah kampus, bagian dari narasi pendidikan yang lebih besar.
Rektor Universitas Hasanuddin, dalam sambutannya, menyatakan, "Kontribusi yang diberikan oleh Bapak Arsjad Rasjid adalah bukti nyata bahwa kepedulian terhadap pendidikan tidak mengenal batas almamater. Kami sangat mengapresiasi dedikasi beliau dalam membantu menciptakan ruang dan kesempatan bagi mahasiswa kami."
Maka di kampus ini, di dalam ruang yang kini mengabadikan namanya, ia meninggalkan jejak. Sebuah tempat untuk bertanya, untuk mendengar, untuk mencari kemungkinan.
Nama yang diukir pada dinding bukan sekadar peresmian. Ia adalah upaya untuk membuat sesuatu tetap ada, lebih lama dari perjalanan manusia yang fana.
Barangkali, bertahun-tahun ke depan, akan ada mahasiswa yang bertanya siapa itu Arsjad Rasjid, dan mengapa namanya ada di sana.
Dan barangkali, seseorang akan menjawab: karena ada orang yang percaya pada sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri. Karena ada seseorang yang tahu bahwa sebuah nama bisa berarti sebuah gagasan, sebuah kepedulian.
Dan mungkin, itulah cara abadi untuk tetap tinggal, untuk tetap mengabdi. Sebagaimana tertulis dalam Mars Universitas Hasanuddin: "Gelora pantaimu, lembah gunungmu, menjadi tempat mengabdi."